Kamis, 17 November 2011

lembaga - lembaga masyarakat dan norma


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sosial hukum sebagia cabang ilmu yang berdiri sendiri, merupakan ilmu social yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya, yakni kehidupan social atau pergaulan hidup, singkatnya sosiologi hokum mempelajari masyarakat, khususnya gejala hokum masyarakat tersebut. Pada hakikatnya masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut, yakni sudut struktual dan sudut dinamikanya.
 Segi struktual masyarakat dinamakan pula struktur social, yaitu keseluruhan jalinan antara unsur – unsur social pokok yakni kaidah – kaidah social, lembaga – lembaga social, kelompok – kelompok serta lapisan – lapisan social. Yang dimaksud social dinamika masyarakat adalah apa yang disebut proses social dan perubahan – perubahan social. Dengan proses social diartikan sebagai pengaruh timbal – balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Proses – proses social adalah cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan dan kelompok – kelompok manusia saling bertemu dan menentukan system serta bentuk – bentuk hubungan tersebut. Interaksi social adalah hubungan – hubungan social yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang perorang dengan kelompok manusia.
Setiap masyarakat setiap hidupnya pasti mengalami perubahan – perubahan. Perubahan – perubahan tersebut bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang melihatnya , dapat berupa perubahan – perubahan yang tidak menarik dalam arti yang kurang menyolok atau perubahan yang terbatas dan yang kecil pengaruhnya, atau ada pula perubahan – perubahan yang cepat maupun yang berjalan dengan lambat sekali. Perubahan – perubahan tersebut merupakan gejala yang normal, yang pengaruhnya menjalar dengan cepat, berkat adanya komunikasi yang modern.
Didalam laporan makalah ini membahas tentang hubungan antara struktur social dan hukum, lembaga – lembaga social masyarakat dan pengendalian – pengendalian social. Maksudnya adalah untuk mencari persoalan – persoalan yang mungkin timbul dari adanya tubungan tadi, apabila ada ketegangan – ketegangan maka semua itu akan ditinjau dari segi kemasyarakatan dan norma – norma yang berlaku.
  
1.2  Nama dan Tema
Isi dari laporan tugas makalah mata kuliah Sosiologi ini adalah
                  “ Lembaga – Lembaga Masyarakat Dan Norma “.

1.3  Tujuan dan Manfaat
Makalah ini merupakan tugas wajib dari mata kuliah Sosiologi yang harus dikerjakan oleh seluruh mahasiswa D3 Keperawatan Tingkat I. tujuan dan manfaat dari isi laporan makalah ini ialah sebagai berikut :
*       Sosiologi membantu kita memahami pola-pola interaksi sosial, kontrol soial, status dan peranan sosial dalam masyarakat
*      Sosiologi membantu kita mamahami nilai, norma, tradisi dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat-masyarakat lain. Konflik antar budaya yang sering terjadi
*       Sosiologi membantu kita bersikap tanggap, kritis dan rasional terhadap setiap kenyataan sosial dalam masyarakat, serta mampu mengambil sikap dan tindakan yang tepat terhadap berbagai kenyataan social.
*      Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan;
*       Menjaga kebutuhan masyarakat
*       Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.


1.4  Sumber Data
“ Penulis mendapatkan sumber data ini dari media elektronik dan sumber – sumber buku sosiologi “.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI LEMBAGA  MASYARAKAT
Lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari istilah asing sosial- institution. Diantara para ahli sosiologi, belum ada kata sepakat perihal istilah Indonesia yang tepat untuk social institutions. Beberapa istilah telah dikemukakan antara lain “pranata social” dan “bangunan social” dalam tulisan ini dipakai istilah “lembaga kemasyarakatan” oleh karena istilah ini lebih menunjuk suatu bentuk dan sekaligus juga mengandung pengertian-pengertian yang abstrak prihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi lembaga tersebut.
Lembaga kemasyarakatan ialah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat
Secara etimologis, sesungguhnya sosiologi berasal dari kata Latin “Socius” yang berarti kawan ( dapat juga diartikan sebagai pergaulan hidup manusia atau masyarakat), dan kata Yunani “Logos” berarti kata atau pembicaraan sehingga akhirnya berarti Ilmu. Jadi secara sederhana sosiologi adalah suatu ilmu tentang hubungan antara teman dan teman. Secara lebih luas, sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat.Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:
•Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial
•Hubungan dan salih pengaruh antara gejala-gejala sosial dan gejala non sosial
• Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala social.
Lembaga masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Adat istiadat : tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat.  Istilah masyarakat sering digunakan untuk menyebut kesatuan hidup manusia,misalnya masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakat Bali dan masyarakat lainnya.
2.1.1 Ciri-Ciri Lembaga Masyarakat :
Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul general Features Of social institutions, telah menguraikan beberapa cirri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut:
a) Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
b) Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relative lama.
c) Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang dari susut kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting oleh karena tujuan suatu lembaga adalah tujuan pula bagi golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh kepadanya. Sebaliknya fungsi social lembaga tersebut, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sisial dan kebudayaan masyarakat, mungkin tak diketahui atau disadari golongan masyarakat tersebut. Mungkin fungsi tersebut baru disadari setelah diwujudkan dan kemudian ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpama lembaga perbudakan, ternyata bertujuan untuk mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi didalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.
d) Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, paralatan , mesin, dan lain sebagainya. Bentuk serta cara penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
e) Lambang-lambang biasanya juga merupakan cirri khas dari lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simblis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
f) Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu didalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, dimana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya.
Ciri – cirri lembaga masyarakat yang lainnya adalah sebagai berikut :
ü  Adanya manusia yang hidup bersama yang dalam ukuran minimalnya berjumlah dua orang atau lebih.
ü  Adanya pergaulan (hubungan) dan kehidupan bersama antara manusia dalam waktu yang cukup lama.
ü  Adanya kesadaran bahwa mereka merupakan suatu kesatuan
ü  Adanya sistem hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
2.1.2 Fungsi Lembaga Masyarakat
Lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan daripada kaidah – kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, maka lembaga – lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi yaitu :
Ø  Untuk memberikan pedoman kepada warga masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap didalam menghadapi masalah – masalah masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan – kebutuhan pokok.
Ø  Untuk menjaga keutuhan mesyarakat yang bersangkutan.
Ø  Member pegangan terhadap masyarakat untuk mengadakan system pengandalian social (social control ); Soerjono Soekanto, 1978:74.
2.1.3 Tipe – Tipe Lembaga Masyarakat
Tipe – tipe lembaga masyarakat tersebut dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut, menurut Gillin dan Gillin ( 1954:70 ), sebagai berikut :
1.      Dari sudut perkembangannya dikenal adanya crescive institutions dan enacted institutions. Crescive Institutions ( lenbaga – lembaga utama ), merupakan lembaga – lembaga kemasyarakatan yang dengan sendirinya tmbuh dari adat istiadat masyarakat. Enacted Institutions dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan – tujuan tertentu, tetapi yang tetap masih didasarkan pada kebiasaan – kebiasaan didalam masyarakat.
2.      Dari sudut system nilai – nilai yang diterima dimasyarakan, timbul klasifikasi atas Basic Institutions dan Subsidiary Institutions. Basic Institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Subsidiary Institutions yang dianggap kurang penting, seperti kegiatan – kegiatan untuk rekreasi. Untuk menentukan kemasyarakatan dianggap basic atau subsidiary berbeda pada masing – masing masyarakat dan ukuran tersebut juga tergantung pada masa masyarakat hidup.
3.      Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan antara Approved atau Socially Sanctioned Institutions dengan Unsanctioned institutions, merupakan lembaga – lembaga yang diterima oleh masyarakat, sedangkan yang kedua ditolak, walaupun masyarakat kadang – kadang tidak berhasil untuk memberantasnya.
4.      Perbedaan antara General Institutions dengan Restricted Institutions, terjadi apabila klasifikasi didasarkan pada factor penyebaran.
5.      Dari sudut fungsi, terdapat perbedaan antara Operative Institutions dengan Regulative Institutions. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola – pola atua tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, sedangkan yang kedua bertujuan untuk mengawasi tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak dari lembaga itu sendiri

2.1.4 Klasifikasi Lembaga Masyarakat
Klasifikasi lembaga masyarakat tersebut, menunjukkan bahwa di dalam setiap masyarakat akan dijumpai bermacam-macam lembaga kemasyarakatan. Setiap masyarakat mempunyai sistem nilai yang menentukan lembaga kemasyarakatan manakah yang dianggap sebagai pusat dan kemudian dianggap berada diatas lembaga-lembaga, kemasyarakatan lainnya.
Pada masyakat totaliter umpamanya negara dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan pokok yang membawahi lembaga-lembaga lainnya seperti keluarga, hak milik, perusahaan, sekolah dan lain sbagainya. Akan tetapi dalam setiap masyarakat sedikit banyaknya akan dijumpai pola-pola yang mengatur ubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut. Sistem pola-pola hubungan tersebut lazim disebut Institutions Configuration. Sistem tadi, dalam masyarakat yang masih homogen dan tradisional, mempunyai kecendrungan untuk bersifat statis dan tetap. Lain halnya dengan masyarakat yang sudah kompleks dan terbuka bagi terjadinya perubahan – perubahan social kebudayaan, sistem tersebut seringkali mengalami kegoncangan-kegoncangan.
 Karena dengan masuknya hal-hal yang baru, masyarakat biasanya juga mempunyai anggapan –anggapan baru tentang orma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokoknya.
2.2  PROSES PERTUMBUHAN LEMBAGA MASYARAKAT
2.2.1 Norma – Norma Masyarakat
Supaya hubungan antar manusia didalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya dahulu didalam jual beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual. Contoh lain adalah perihal perjanjian tertulis yang menyangkut pinjam meminjam uang yang dahulu tidak pernah dilakukan.
Norma-norma yang ada didalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang kuat daya ikatnya. Pada yang terakhir umumnya anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologi dikenal adanya empat pengertian, yaitu:
a)      Cara (usage)
Cara (Usage) lebih menonjol didalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukum yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk minum pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi ada pula yang mengeluarkan unyi sebagai tanda kepuasannya menghilangkan kehausannya. Dalam cara yang terakhir biasanya danggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila perbuatan tersebut diperlakukan juga maka paling banyak orang yang diajak minum bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.
b)      Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan (Filkways) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari pada cara. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, merupakan ukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpanga terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Kebiasaan mengormati orang yang lebih tua merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkan penyimpangan terhadap kebiasaan umum tersebut.
c)      Tata Kelakuan ( Mores )
Yaitu kebiasaan yang dianggap secara berperilaku sebagai norma pengatur.
d)     Adat Istiadat ( Custumes )
Yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat.
Norma-norma tersebut diatas telah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertantu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (Institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat adanya proses termaksud diatas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan (operative institutions). Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur prilaku orang-orang, misalnya lembaga perkawinan mengatur hubungan antara pria dengan wanita. Lembaga kekeluargaan mengatur hubungan antara anggota keluarga didalam suatu masyarakat.lembaga kewarisan mengatur proses beralihnya harta kekayaan dari suatu generasi pada generasi berikutnya.
Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai suatu yang sungguh-sungguh berlaku, apabila norma-normanya sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.
2.2.2 Syarat – Syarat Terpenuhinya Hukum Suatu Lembaga Masyarakat
Lembaga kemasyarakatan yang pada suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari  masyarakatan, mungkin merupakan lembaga kemasyarakatan yang mempunyai pengaru yang besar sekali terhadap lembaga – lembaga kemasyarakatan lainnya. Namun demikian, hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang primer didalam suatu masyarakatan apabila dipenuhi syarat – syarat sebagai berikut ;
-          Sumber dari hukum tersebut mempunyai wewenwang ( authority ) dan berwibawa ( prestigeful ).
-          Hukum jadi jelas dan sah secara yuridis, filosofis maupun sosiologis.
-          Penegak hukum dapat dijadikan teladan bagi factor kepatuhan terhadap hokum.
-          Diperhatikannya factor pengendapan hokum didalam jiwa pada warga masyarakat.
-          Para penegak dan pelaksanaan hukum merasa dirinya terikat pada hukum yang diterapkan dan membuktikannya di dalam pola perikelakuannya
-          Perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena aturan – aturan hukum. 
2.3 LEMBAGA PENGENDALIAN SOSIAL
2.3.1 Peran Lembaga Pengendalian Sosial
       Tujuan pengendalian social dengan klasifikasi sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:
*      Tujuan eksploitatif karena dimotivasikan oleh kepentingan diri, baik secara langsung maupun tidak langsung
*      Tujuan regulative karena dilandaskan pada kebiasaan atau adat istiadat
*      Tujuan kreatif atau konstruktirf karena diarahkan pada perubahan social yang dianggap bermanfaat.
Pada kelompok primer yaitu kelompok yang kecil, akrab dan bersifat informal sarana pengendalian sosialnya lebih bersifat informal, alat pengendalian social pada pada kelompok ini biasanya berupa ejekan, tertawaan, gunjingan atau dikucilkan.
Pada kelompok sekunder yaitu kelompok yang lebih besar tidak bersifat pribadi ( impersonal ) dan mempunyai tujuan yang khusus, pengendalian sosialnya bersifat formal. Alat pengendalian social dapat berupa pengaturan resmi dan tata cara yang distandarisasikan, yang meliputi kepolisian, pengadilan, adat, dll.
2.3.2  Jenis – Jenis Lembaga Pengendalian Sosial
            Jenis – jenis pengendalian social yaitu meliputi :
*      Kepolisian
Yaitu merupakan badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum dan pengambilan tindakan orang – orang yang melanggar aturan dan undang – undang yang berlaku
*      Pengadilan
Merupakan suatu badan yang dibentuk oleh Negara untuk menangani, menyelesaikan dan mengadili dengan memberikan sangsi yang tegas terhadap perselisihan atau tindakan – tindakan pelanggaran hokum yang berlaku
*      Adat
Adalah aturan, kebiasaan – kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya
2.3.3  Sifat – Sifat Pengendalian Sosial
*      Preventif, usaha yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran.
Con ; Pemberian nasehat pada anak untuk tidak mengebut dengan motor dijalan raya supaya tidak terjadi musibah.
*      Represif, diadakan apabila telah terjadi pelanggaran dan diupayakan supaya keadaan pulih seperti sedia kala.
Con ; Seseorang yang ingkar janji untuk membayar hutang, kemudian diadukan ke pengadilan dan pengadilan menjatuhkan hukuman untuk membayar kembali hutangnya disertai dengan dendanya.
*      Gabungan, merupakan gabungan antara preventif dan reprensif, hal ini ditujukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan, sekaligus memulihkan kembali keadaan semula jika sudah terjadi penyimpangan, sehingga suatu perilaku yang menyimpang tidak sempat merugikan pelaku yang bersangkutan ataupun yang lain.
Con ; Diberlakukan piket – piket disekolah dengan tujuan mengawasi dan mencegah agar siswa tidak bolos pada jam pelajaran, meskipun demikian ada saja yang bolos, maka tindakan refresif dapat dilakukan untuk mengembalikan penyimpangan itu ke keadaan normal dengan cara mengenakan sangsi atau hukuman kepada siswa tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2.4  CARA PENGENDALIAN SOSIAL
2.4.1  Berbagai Teknik/Cara Pengendalian Sosial
      A. Dari aspek pelaksanaan
*      Cara persuasive tanpa kekerasan
Pengendalian social cara persuasive lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing berupa anjuran
*      Cara kekerasan atau paksaan ( coercive )
Apabila cara persuasive tidak berhasil maka ditempuhlah cara paksaan
*      Cara kompulsi ( compultion )
Yaitu dengan menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah sikap atau perilaku yang negative menjadi bersifat positif
*      Cara pervasi ( prevation )
Cara yang dilakukan dengan jalan norma atau nilai yang disampaikan berulang – ulang dan terus – menerus dengan harapan norma/nilai tersebut melekat dalam jiwa seseorang sehingga akan terbentuk sikap yang diharapkan.
       B. Aspek jumlah cakupan yang terlibat
*      Pengawasan dari individu terhadap individu lain
*      Pengawasan dari individu terhadap kelompok
*      Pengawasan dari kelompok terhadap kelompok
*      Pengawasan dari kelompok terhadap individu
Selain cara – cara diatas, menurut Koentjaraningrat ( 1992;217 ) pengendalian social dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
*      Mempertebal keyakinan para warga masyarakat akan kebaikan adat istiadat
*      Memberi ganjaran atau semacam penghargaan kepada warga masyarakat yang selalu taat kepada adt istiadat
*      Mengembangkan rasa malu dalam jiwa warga masyarakat yang menyelewengkan dari adat istiadat
*       Mengembangkan rasa takut dalam jiwa warga masyarakat yang hendak menyelewengkan dari adat istiadat dengan ancaman dan kekerasan
2.4.2  Jenis – Jenis Pengendalian Sosial
*      Cemoohan, mempunyai tujuan agar seseorang/kelompok orang tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma - norma itu lagi
*      Teguran
*      Pendidikan, dilakukan secara efektif, maka pengendalian social yang lainnya sebagai pendukung, karena pendidikan adalah proses yang berlangsung sejak lahir dan berlangsung sepanjang hidup
*      Agama, setiap pemeluk agama yang taat akan mengakui kebenaran ajaran agamanya sebagai pedoman dalam bertingkah laku, karena kalau melanggar akan berdosa dan akan tersingkir dan berusaha bertobat
*      Gossip dan desas – desus
*      Ostrasisme ( pengucilan ), bertujuan agar anggota masyarakat yang bersangkutan tidak melakukan pelanggaran norma/nilai serupa
*      Fraundulens, pengendalian social dengan jalan minta bantuan kepada pihak lain yang dianggap dapat mengatasi masalah
*      Intimidasi, dilakukan dengan cara menekan, memaksa, mengancam atau menakut- nakuti
*      Kekerasan fisik
*      Hukuman




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
          Dari apa yang telah diuraikan oleh penulis didepan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Ilmu sosiologi diperjalas untuk hubungan timbal balik pola – pola perilaku dan hokum yang belum dapat dijelaskan oleh cabang – cabang ilmu pengetahuan social lainnya.
2.      Aspek – aspek bidang penting bagi perkembangan pengertian sosiologi terhadap gejala social.
3.      Sosiologi dalam memahami sifat dan hakikat hokum Indonesia didalam kerangka masyarakat Indonesia.
4.      Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum di dalam konteks social
5.       Dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisa, terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat dan sarana untuk mengatur interaksi sosial, agar mencapai keadaan sosial tertentu.
6.       Dapat mengidentifikasi unsur-unsur kebudayaan manakah yang mempengaruhi isi atau substansi hukum.
7.      Golongan manakah di dalam masyarakat yang beruntung atau sebaliknya malahan dirugikan dengan adanya hukum-hukum tertentu.
3.2  Saran
Kepada pembaca makalah ini penulis berharap agar pembaca laporan ini memberikan kritik dan saran yang membangun agar lebih sempurnanya lagi tugas makalah ini. 
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. 2006. Pokok – Pokok Sosiologi Hukum.Jakarta: PT Raja Grafindo Presada.
Sukanto, S.1982. Pengantar Sosiologi (edisi terbaru). Jakarta: Rajawali Press.
http://organisasi.org/definisi.Pengertian Sosiologi_objek tujuan_pokok pembahasan ilmu sosiologi.
http://yesshynahampun.blogspot.com/2010/03.lembaga kemasyarakatan.htm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar